Profile PonPes Al-Inayah
Berdirinya Pondok Pesantren Al-Inayah bukan serta-merta berdiri begitu saja, namun ada perjuangan yang sangat luar biasa. Dari hasil buruh mencangkul, memborong jengkol serta memanjatnya sendiri, kemudian uang hasil kerja kerasnya digunakan untuk makan dan kebutuhan sehari-hari dan selebihnya digunakan untuk mewujudkan sebuah wadah pendidikan yang diidamkannya. Bahkan untuk mewujudkan keinginannya, tak jarang harus mengesampingkan kebutuhan pribadi. Semua beliau lakukan demi bisa mensyiarkan nilai-nilai Islam dan mendirikan lembaga pendidikan yang diharapkan dapat memberikan manfaat besar untuk masyarakat luas.
Waktu terus melaju, pada waktu itu pesantren baru memiliki 3 ruangan, satu ruangan untuk santri putri, satu ruangan untuk santri putra dan satu ruangan lagi untuk ndalem beliau sekaligus menjadi pembatas antara ruangan santri putra dan santri putri. Sistem pembelajaran pada awal pendirian dimulai dengan pengajian bakda Maghrib dan diniyah pada sore harinya, yang hampir keseluruhannya diampu oleh K.H. Muhammad Rifa’i Abdullah. Beliaulah sebagai pendiri, pengampu sekaligus penggerak roda pendidikan di pesantrennya sendiri, Pondok Pesantren Al-Inayah.
Berkat do’a, dukungan, juga restu dari orang tua dan juga dari istri tercinta, perlahan Pondok Pesantren Al-Inayah semakin dikenal masyarakat luas dan semakin banyak pula santrinya. Asrama pun semakin bertambah, komplek putri menjadi 7 kamar dan putra 5 kamar. Adapun metode pembelajaran yang diterapkan pengasuh pada waktu itu menggunakan metode Salafiyah, yaitu pengkajian kitab-kitab kuning seperti: Alala, Awamil, Jurumiyah, Imrithi, Alfiah, dll.
Waktu pembelajaran pun bertambah. Dimulai dari bakda Subuh sampai pukul 06:00, dilanjutkan dengan roan bersih-bersih lingkungan pesantren, kemudian pukul 07:00 para santri bersiap-siap berangkat sekolah, karena memang pada saat itu pesantren belum memiliki lembaga pendidikan formal dan sekolah berada di luar lingkungan pesantren. Aktivitas pesantren kembali dilakukan mulai pukul 15.00 hingga pukul 17.00 sore, kemudian kegiatan bergulir kembali setelah Maghrib hingga pukul 22.00.
Memasuki Tahun 2002, K.H. M. Rifa’i Abdullah bersama istri, Hj. Sumiyati Khilyatun Hasanah, mulai merambah ke jenjang pendidikan formal dengan merintis Madrasah Tsanawiyah (MTs) Al-Inayah. Dengan harapan dan keinginan besar untuk maju, pengasuh dan pendiri Pondok Pesantren Al-Inayah terus melakukan studi banding ke pesantren-pesantren lain dalam meningkatkan mutu pembelajaran serta pemanfaatan waktu seefisien mungkin. Saat itu masih dirasa bahwa metode salafiyah terlalu memakan waktu yang begitu lama, sehingga dibutuhkan terobosan-terobosan terbaru untuk menjawab tantangan yang ada. Setelah melakukan evaluasi berkelanjutan, fasilitas Pondok Pesantren Al-Inayah mulai dilengkapi, sumber daya manusia (SDM) mulai ditambah, kegiatan belajar mengajar (KBM) diperbaiki, hingga terobosan-terobosan baru-pun dicoba untuk diterapkan.
Berawal dengan menerapkan metode Yanbu’a, yaitu sebuah metode cepat membaca Al-Qur’an yang diadopsi dari Pondok Pesantren Yanbu’ul Qur’an Kudus, dengan metode ini di harapkan para santri lebih cepat dalam menguasai ilmu yang berkaitan dengan baca Al-Qur’an. Pada awalnya metode Yanbu’a ini ditempuh dalam kurun waktu kurang lebih satu tahun yang diampu langsung oleh Bu Nyai. Seiring adanya evaluasi dan improvisasi, metode ini dapat diterapkan dalam waktu enam bulan.
Tidak sampai di sini, pengasuh adalah sosok yang selalu haus akan ilmu pengetahuan dan memiliki jiwa perjuangan untuk mencari inovasi-inovasi baru dalam dunia pendidikan. Terdengarlah kabar tentang adanya sebuah metode cara cepat membaca kitab kuning yang disebut metode Amtsilati, disusun oleh K.H. Taufiqul Hakim pengasuh Pondok Pesantren Darul Falah Jepara. Sebuah metode yang dianggap pengasuh sangat relevan dengan perkembangan zaman ini. Beliau coba terapkan dengan harapan, selain santri-santrinya mampu menjadi generasi yang dapat menjawab tantangan zaman yang semakin berkembang, juga kemampuan akan baca kitab kuning tidak ketinggalan.
Dengan bergulirnya waktu, perkembangan pendidikan, antusias dan minat masyarakat terhadap pendidikan nilai-nilai agama yang diajarkan di Pondok Pesantren Al-Inayah terus bertambah. Pada tahun 2005, Pondok Pesantren Al-Inayah memiliki lulusan pertama dari pendidikan Madrasah Tsanawiyah. Minat calon santri untuk belajar di Al-Inayah semakin bertambah.